SHOPPING CART

close

TEKA TEKI KEHIDUPAN

 

Kata mereka aku harus selalu tersenyum, terlebih lagi pekerjaanku hanya seorang badut. Penghibur anak anak yang tengah merayakan ulang tahunnya atau sekedar meredakan tangisan mereka. Kita tak pernah tahu masa depan seperti apa. Kita hanya bisa memilih, yang pada akhirnya kita tetap menjalani hidup ini sesuai dengan takdir yang ditentukan. Aku tak berkata tentang sebuah keputusasaan, yang mana kita hanya mengikuti alur kita sendiri tanpa mau berubah. Tapi kadang atau lebih tepatnya sering aku membenci hidupku. Mereka yang hidup mewah tanpa beban selalu tertawa bahagia tak peduli dengan kesedihanku. Karma, ujian atau takdir, entahlah, aku tak bisa membedakannya.
Saat semua pemuda seusiaku di dunia ini berkutik pada kesibukan seperti kuliah, bekerja dan bahkan mungkin sudah ada yang menikah. Sedangkan aku harus mencari keberuntungan hidup di tengah ramainya masyarakat dengan menjadi badut. Karena ayahku sudah meninggal ketika usiaku 7 tahun, sedangkan ibuku pergi meninggalkanku beberapa hari setelah ayahku meninggal. Sampai usiaku 25 tahun, tak ada kabar darinya sama sekali.
Aku tinggal bersama kakek dan nenekku. Bagiku mereka adalah penyemangat hidupku. Dulu aku pernah mencoba untuk bunuh diri, tapi tiba-tiba wajah kakek dan nenekku yang penuh ketulusan membuatku urung melakukannya. Aku memang bodoh.
Hari ini aku mendapat undangan untuk menghibur anak-anak dalam rangka ulang tahun salah satu anak di kampung sebelah. Aku melihat banyak sekali orang-orang yang bahagia, seakan mereka tidak tahu bahwa masih banyak orang sepertiku membutuhkan kebahagian seperti yang mereka rasakan. Tatkala pesta berlangsung, beberapa anak menghampiriku, bukan untuk menonton, melainkan untuk menggangguku. Mereka menarik-narik bajuku dan mendorongku sehingga aku hampir kehilangan keseimbangan dan jatuh.
Bahkan salah satu dari mereka berkata padaku “badut jangan marah ya… kan mamaku sudah bayar kamu mahal”. Kalian pasti sudah tahu bagaimana perasanku. Marah, pastilah… bagaimana tidak, dia seakan menghinaku bahwa aku adalah mainan yang bisa mereka mainkan sepuasnya, padahal aku manusia. Tapi ternyata ada gadis kecil imut yang menghampiriku dan memelukku sambil berkata “kamu jangan gitu donk Andi,om badut ini juga manusia, kamu gak boleh gitu sama orang yang lebih tua”. batinku tersentuh. Ternyata masih ada yang peduli denganku.
Mereka menyoraki gadis kecil ini sambil berlalu meninggalkan kami berdua. dia menghadapkan wajahnya padaku, “Om badut gak papa kan?” tanyanya. Aku tersenyum sambil mengangguk lalu berjongkok dan mengusap-usap kepalanya. “Badut gak papa kok, nama anak cantik dan manis ini siapa?” dia tersipu ketika aku memujinya, “ Nisa om,” Jawabnya.
“Bagus sekali namanya. Nah sebagai ucapan terima kasih dari badut, badut akan kasih pertunjukan buat Nisa”. Lalu aku tunjukan padanya kemampuanku menjadi badut. Tak kusangka dia senang dengan pertunjukanku bahkan sampai tertawa mendengar lawakanku. “Wah, om hebat! kalau gitu aku harus kasih tau papa dan mamaku biar nanti kalau aku ulang tahun om badut di undang juga”aku tersenyum. Dia lalu berlari hendak menuruni tangga. Tapi sayang belum sempat dia menginjak anak tangga pertama dia terpeleset lalu jatuh hingga lantai dasar, aku terkejut kulihat Nisa sudah terkapar dengan kepala yang penuh darah. Lalu orang orang menghampirinya dan segera membawanya ke rumah sakit.
Tiba tiba salah satu anak yang menggangguku tadi berkata pada ayahnya, “Yah, tadi badut ini yang terakhir bersama Nisa.” Semua orang menatapku dengan ekspresi marah aku langsung menepis perkataannya. “Bukan saya pak”.
“Alahh!! Alasan aja kamu, kata anakku kamu sama dia.”
“Tapi bener pak bukan saya pelakunya,” ucapku masih membela diri.
“Kita bawa aja ke kantor polisi!” mereka langsung menyeretku dan aku masih memberontak lebih tepatnya mebela diri, “Demi Allah Pak, bukan saya pelakunya!” Tapi mereka tak ada yang percaya padaku.
Sesampainya di kantor polisi aku diberikan pertanyaan yang menunjukan bahwa aku pelakunya. Tak lama kemudian orang tua Nisa datang dan langsung menamparku dengan keras, sampai aku terjatuh. “Kalau anakku mati, kupastikan kamu dihukum berat”.
Aku masih meringis kesakitan. “Nisa jatuh sendiri Pak, dia terpeleset”.
“BOHONG!” Ayah Nisa malah membentakku. Dia bersama polisi memutuskan untuk menahanku di sel tahanan sampai Nisa sadar. Padahal bukan aku pelakunya, aku benar-benar dirundung kesedihan dan kekhawatiran, bagaimana kalau kakek dan nenekku tahu. Aku khawatir mereka akan sedih mendengarnya.
Setelah dua hari ditahan, Nisa akhirnya sadar dia memberikan keterangan bahwa dia memang terpeleset. Aku akhirnya dibebaskan walaupun aku diperlakukan dengan perlakuan yang semena-mena. Bahkan mereka yang sebelumnya menuduhku tak kunjung meminta maaf. Mereka mungkin tak peduli dengan rasa sakit yang kualami. Mereka tetap menjalankan kehidupan mereka yang mewah. Sedangkan aku harus menahan rasa sakit, sedih, marah, dan kecewa yang tidak bisa kuubah sedikit pun.
Dan bagiku hari esok masihlah sama, tetap memandang orang-orang yang hidup mewah, dan membenci hidup ini. Aku selalu bermimpi bahwa keajaiban akan selalu datang, tapi lama-kelamaan aku tau bahwa keajaiban itu tidak ada.
Saat sedang duduk duduk sambil melamun dipinggir jalan, tiba-tiba ada yang memanggilku, “Hai om badut!” Aku terkejut, ternyata Nisa dan orang tuanya. Mereka tersenyum tulus padaku “Om mau kan aku undang di ulang tahunku?” aku bingung lalu menatap pada orang tua Nisa memastikan bahwa perkataan Nisa tidak bohong. Mereka mengangguk lalu ayahnya berkata, “Kami meminta maaf atas perbuatan kami yang lalu, sebenarnya sejak Nisa sadar kami berusaha untuk mencari anda, tapi kami tidak berhasil,” dia memintaku untuk berdiri lalu dia memelukku sambil menangis, Nisa juga ikut memelukku, “dalam hati yang paling dalam saya minta maaf telah menyakiti anda”.
“Saya sudah maafkan kok pak.” Aku bahagia, ternyata selama ini pikiranku salah tentang mereka, akulah yang seharusnya meminta maaf, tapi mulutku tak kuat untuk berkata karena suasana haru ini.
Dalam hal ini aku sadar bahwa tak baik berburuk sangka pada siapa pun, maka aku berjanji akan selalu berbaik sangka dan tak akan pernah lagi membenci hidup ini sekaligus menerima takdir. Karena kita tidak tahu seperti apakah teka teki kehidupan itu. Dan kejutan apa yang dia berikan pada kita.
By: Muhammad Ammar Faishal Dazky

Tags:

0 thoughts on “TEKA TEKI KEHIDUPAN

Leave a Reply

Your email address will not be published.

Info Pendaftaran? Chat with us